Dampak Negatif Stigma Terhadap Seksualitas dan Reproduksi di Kalangan Disabilitas

Jakarta – Mitos yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa penyandang disabilitas tidak memiliki kehidupan seksual. Namun, anggapan ini salah karena penyandang disabilitas juga memiliki kesadaran seksual sebagai orang dewasa. Sayangnya, stigma negatif yang masih melekat pada mereka membuat pilihan dalam mewujudkan hasrat seksual dianggap sebagai perilaku menyimpang.

Stigma dan stereotip yang salah tentang kehidupan seksualitas penyandang disabilitas juga berdampak buruk pada kemampuan mereka dalam bereproduksi dan mengurus anak. Beberapa kasus menunjukkan keraguan masyarakat terhadap kemampuan perempuan penyandang disabilitas dalam mengurus kehamilan dan bayi mereka.

Penyandang Disabilitas Terpisah dari Anaknya yang Baru Lahir

Hal ini menyebabkan beberapa perempuan disabilitas dipisahkan dari pasangan yang juga penyandang disabilitas atau dilarang untuk hamil. Bahkan, beberapa ibu disabilitas dipisahkan dari bayi mereka setelah melahirkan karena dianggap tidak mampu mengurus keluarga.

Seperti yang dialami oleh Jejen Juanda dan istrinya Syifa, pasangan tunanetra yang dipisahkan saat Syifa hamil dan dipisahkan dari anak mereka selama 2 tahun. Hal ini menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi pasangan ini.

Anak dari Penyandang Disabilitas Alami Trauma dari Keluarga Besar

Selain itu, stigma negatif juga menyebabkan anak-anak dari penyandang disabilitas mengalami trauma dari keluarga besar mereka. Bahkan, keluarga sering meragukan kesehatan mata anak mereka karena kedua orang tua sama-sama tidak melihat. Hal ini terbukti dari perlakuan keluarga Jejen yang sering menyorot mata bayi mereka dengan lampu senter untuk menguji kemampuan melihatnya.

“Sampai sekarang, anak saya masih trauma saat melihat cahaya. Dia sering menangis atau jatuh jika melihat api atau cahaya di langit,” ungkap Jejen.

Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti juga pernah menyampaikan keraguan masyarakat terhadap kehidupan seksual dan reproduksi penyandang disabilitas saat rapat dengan komisi hak asasi manusia DPR RI pada tahun 2019. Bahkan, banyak perempuan disabilitas mental yang dilarang untuk hamil tanpa sepengetahuan mereka.

Meskipun tidak secara terang-terangan, larangan hamil bagi perempuan disabilitas mental dilakukan secara sistematis. Yeni mencontohkan pemberian suntikan kontrasepsi yang dikatakan sebagai vitamin C tanpa sepengetahuan perempuan disabilitas mental.

Mendapatkan Stigma dan Steoreotipe

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Joanne Neille, mitos dan stereotip yang salah tentang kehidupan seksual penyandang disabilitas memberikan dampak buruk pada kehidupan dan identitas mereka. Selain tereksklusikan secara sosial, stigma negatif juga berdampak pada kehidupan sosial mereka seperti perceraian, penurunan kesehatan, masalah ekonomi, dan penurunan kualitas hidup.

“Seksualitas seringkali menjadi sumber penindasan terdalam bagi seseorang dan menyebabkan rasa sakit yang mendalam. Sangat sulit untuk mengubah diskriminasi dalam bidang pendidikan, perumahan, dan pekerjaan, namun lebih sulit untuk membicarakan tentang pengecualian pada seksualitas dan reproduksi,” tulis Naille dalam bukunya Deconstructing Mutually Exclusive Constructs yang diterbitkan pada tahun 2018.