Pemeriksaan selama kehamilan penting untuk cegah sifilis bawaan

Pemeriksaan selama kehamilan penting untuk cegah sifilis bawaan

Ibukota – Penyakit sifilis bisa jadi menular dari ibu yang tersebut terinfeksi ke janinnya melalui plasenta, menyebabkan sifilis bawaan yang mana dapat menyebabkan keguguran, berat badan lahir rendah, juga kesulitan kesehatan seperti katarak, tuli, kejang, lalu kecacatan jantung.

Menurut siaran Medical Daily pada hari terakhir pekan (19/4) waktu setempat, para dokter yang digunakan tergabung di The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan peningkatan pemeriksaan sifilis selama kehamilan guna menekan risiko penularan penyakit menular seksual ini.

ACOG dalam rekomendasi terbarunya menganjurkan perempuan yang dimaksud sedang hamil untuk menjalani pemeriksaan sifilis tiga kali, yakni pada kunjungan prenatal pertama, pada trimester ketiga, juga pada ketika kelahiran.

Dalam pedoman sebelumnya, kelompok dokter komposisi yang tergabung di ACOG menyarankan pelaksanaan pemeriksaan berbasis risiko selama trimester ketiga bagi perempuan hamil yang tinggal ke tempat dengan bilangan tindakan hukum sifilis besar juga mereka itu yang mana mungkin saja terpapar sifilis selama kehamilan.

“Pedoman baru ACOG tidak ada lagi mengikuti pendekatan berbasis risiko individual untuk pemeriksaan pada tahap akhir kehamilan, melainkan membantu menjamin lebih tinggi banyak prospek untuk pemeriksaan dan juga pengobatan,” kata pemimpin eksekutif sementara juga kepala praktik klinis juga ekuitas kesegaran ACOG Dr. Christopher Zahn dalam siaran pers di dalam laman resmi organisasi pada Kamis (18/4).

Dr. Zahn menekankan pentingnya diagnosis juga terapi tepat waktu pada upaya menurunkan nomor kejadian penyakit sifilis bawaan.

“Sifilis bawaan dapat menyebabkan dampak buruk. Kami tahu bahwa sebagian besar tindakan hukum dapat dicegah, jadi pemeriksaan rutin tambahan selama kehamilan merupakan salah satu langkah penting yang tersebut dapat diambil,” katanya.

“Namun ketika ini kita menghadapi beberapa tantangan, salah satunya kurangnya pengobatan, kurangnya akses terhadap perawatan prenatal, lalu stigma seputar infeksi menular seksual,” kata dia.